RINGKASAN SEJARAH SDN PANGARANGAN III SUMENEP

Didirikan oleh Muhammad Saleh Werdisastro putera asli Sumenep, lahir 15 Februari 1908 dari pasangan R. Musaid Werdisastro dan R. Ayu Aminatuszuhra. Ayahnya adalah seorang cendekiawan dan budayawan Madura yang berhasil menyusun buku ”Babad Songenep” (Sejarah Sumenep), yang banyak mengungkap berbagai fenomena kehidupan di daerah tempat kelahirannya. Buku tersebut pernah diterbitkan oleh Balai Pustaka, pada 1914 dengan menggunakan bahasa Madura, berhuruf Jawa.

Di Sumenep hanya ada satu sekolah HIS milik pemerintah kolonial Belanda khusus untuk anak-anak Belanda, bangsawan, kaum ningrat, anak priyayi atau anak-anak orang kaya. Ada keinginan yang luhur dalam jiwa Muhammad Saleh ingin mengadakan suatu perubahan serta inovasi dalam sistem pendidikan yang selalu mengutamakan anak-anak orang tertentu. Ia menginginkan dunia pendidikan dalam ruang lingkup dan intensitas yang yang sama, tidak ada diskriminasi bagi siapapun yang ingin menuntut ilmu. Ia melihat pendidikan sebagai komponen dasar dalam membangun kekuatan suatu bangsa.

Walaupun harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan, dengan tekad bulat, Muhammad Saleh Werdisastro, mendirikan sekolah setaraf HIS yang dapat menampung anak-anak lapisan bawah. Bertempat di Karembangan, Sumenep. HIS Partikelir (PHIS) Sumekar Pangabru dibuka, dipimpin langsung oleh Muhammad Saleh sendiri sebagai kepala sekolah.

Setelah 10 tahun menyumbangkan tenaga, pikiran dan waktunya di PHIS Sumekar Pangrabu, pada 1 September 1941, M. Saleh menyerahkan jabatan kepala sekolah kepada Badrul Kamar, seorang pendidik yang dianggap cakap dan mumpuni untuk memimpin sekolah PHIS. Ia sendiri hijrah ke Jogyakarta dan tetap menjadi guru di Gesubsidiceerde Inheemse Mulo Muhammadiyah, yang berlangsung sampai datangnya bala tentara Dai Nippon yang menduduki Indonesia.

Ketika terjadi pembentukan PETA (Pembela Tanah Air) suatu bagian dari kesatuan tentara Jepang, para prajurit sampai komandan, semuanya terdiri dari orang Indonesia. Pihak Jepang mengangkat tokoh-tokoh masyarakat dan agama untuk dijadikan Komandan PETA. Muh. Saleh terpilih menjadi komandan, bersama tokoh Muhammadiyah lainnya seperti Sudirman (kemudian menjadi Panglima Besar TNI setelah Indonesia merdeka), Muljadi Djojomartono (kelak menjadi Menko Kesra), serta tokoh-tokoh lainnya.

Muh. Saleh berhenti menjadi guru, setelah menempuh pendidikan Perwira Militer. Kemudian bertugas sebagai Dai Dancho (Komandan Daidan Batalyon Dai Ni Daidan di Yogyakarta bermarkas di Bantul dan bertanggung jawab atas pertahanan wilayah Yogyakarta bagian tengah (mulai dari puncak Gunung Merapi sampai ke pantai laut selatan). Pada saat itu, Muh. Saleh mendapat berita duka bahwa PHIS Sumekar Pangrabu Sumenep diambil alih oleh Jepang. Dengan derai air mata kesedihan beliau hanya bisa berdoa agar penjajahan Jepang cepat berakhir dari bumi Indonesia. Doa beliau terkabul, pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. PETA dibubarkan dan Muh. Saleh pulang kembali ke Madura. Tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Pemerintah RI membentuk Komite Nasional Indonesia baik di pusat maupun di daerah. Sultan Yogyakarta Hamengkubuwono IX dan para pemuka masyarakat Yogyakarta mencari calon yang tepat dan mampu untuk menjadi Ketua KNI Yogyakarta. Untuk daerah Yogyakarta, dipimpin langsung oleh Sultan sendiri didampingi Ketua KNI. Secara bulat pilihan jatuh kepada Muhammad Saleh Werdisastro guna memegang tampuk kepemimpinan KNI di Yogyakarta. Sultan langsung mengirim telegram memanggil beliau sebagai anggota KNI Pusat.

Selanjutnya KNI Pusat pada akhirnya dilebur menjadi DPR dan KNI Daerah menjadi DPRD. Bekas prajurit PETA menjadi perintis perjuangan melucuti senjata tentara Jepang dan merupakan cikal bakal TNI. Pada masa itu tentara Jepang yang berada di Yogyakarta belum mau menyerahkan senjatanya. Muhammad Saleh berusaha mengadakan perundingan dengan tentara Jepang bertempat di Gedung Negara.

Ada kisah yang patut diketahui dalam perundingan ini, yang cukup alot dan berlarut-larut. Rakyat merasa tidak sabar menunggu. Mereka berbondong-bondong mendatangi Gedung Negara dengan semangat perjuangan sambil berteriak ”Pak Saleh keluar!”. Tanpa gentar sedikitpun karena dirinya merasa benar dan merasa berpihak kepada rakyat, dengan sikap kesatria beliau memilih keluar menghadapi rakyat yang sedang emosi seraya berkata ”Ketahuilah Saudara-saudara, saya sedang berunding dengan Jepang, percayalah kalian kepada saya”. Kemudian menghunus keris miliknya dengan suara lantang berteriak di depan massa ”Jika saya mengkhianati saudara-saudara, bunuh saya dengan keris ini”. Rakyat mulai tenang dan membubarkan diri.

Sebagai seorang muslim yang taat, Muh. Saleh selalu menjauhi syirik. Ia tetap menganggap kerisnya sebagai senjata dan benda biasa yang tidak mungkin dapat mengubah nasib seseorang. Segala apa yang terjadi adalah kehendak Allah semata. Namun di sisi lain, banyak orang Yogyakarta menganggap keris Pak Saleh tersebut sangat bertuah dan keramat, sehingga beberapa hari kemudian keris yang ditaruh dalam tas kantornya hilang dicuri orang.

Jepang ternyata ngotot tidak mau menyerahkan senjatanya. Dengan semangat patriotisme, rakyat Yogyakarta dipimpin antara lain oleh Muh. Saleh, menyerbu markas Jepang di Kota Baru, yang tercatat dalam sejarah sebagai Pertempuran Kota Baru. Akhirnya Jepang menyerah.

Berkat sumbangsihnya di dunia pendidikan, militer dan pemerintahan, nama, gambar dan foto dirinya diabadikan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan dalam satu ruang tersendiri di Museum Monumen Yogya. Aktivis Muhammadiyah ini pernah mendirikan sekolah, berjuang bergerilya bersama Jenderal Soedirman, menjadi salah seorang pendiri Universitas Gajah Mada, walikota dan residen berpangkat gubernur. Bahkan namanya dijadikan nama jalan yang terletak di daerah Banjarsari Kota Surakarta

Pihak militer meminta jenazah Muhammad Saleh Werdisastro dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta karena almarhum adalah seorang pejuang yang memiliki Bintang Gerilya sementara pihak Muhammadiyah menolak karena Muhammad Saleh Werdisastro begitu besar jasanya kepada Muhammadiyah sehingga untuk menghormatinya, jenazah beliau dimakamkan berdampingan dengan pendiri Muhammadiyah lainnya, Kyai Haji Achmad Dahlan di pemakaman Karangkajen Yogyakarta.


ULANG TAHUN SDN PANGARANGAN III

setelah beberapa bulan persiapan, maka pada tanggal 31 Agustus 1931 diresmikan sekolah dengan nama Particulere Hollands Inlandse School (PHIS) Soemekar Pangabroe Sumenep dengan kepala sekolahnya Meneer Muhammad Saleh Werdisastro. Sejak itu masyarakat Sumenep yang terdiri dari anak-anak orang kebanyakan, laki-laki maupun perempuan, kaya atau miskin dari semua lapisan masyarakat dapat diterima menjadi murid di sekolah tersebut. 

Particulere Hollands Inlandse School (PHIS) Soemekar Pangabroe Sumenep yang berdiri taangal 31 Agustus 1931 ternyata mendapat sambutan di luar dugaan. Anak-anak dari berbagai golongan terutama dari golongan miskin dapat bersekolah setingkat dengan sekolah Belanda dimana kelas 3 mulai diberi pelajaran bahasa Belanda, selanjutnya pada kelas 6 dan kelas 7, guru-gurunya memberi pelajaran dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. 

Rasa kebangsaan ditanamkan pada para murid terekspresikan dengan dilantunkannya lagu-lagu perjuangan setiap hari, terutama lagu Komponis Indonesia Raya. Akibatnya dalam suatu inspeksi Residen Madura ke PHIS, Muhammad Saleh Werdisastro mendapat teguran karena murid PHIS tidak dapat menyanyikan lagu Wilhelmus. 

PHIS Soumekar Pangabroe Saat ini

PHIS Soemekar Pangabroe Sumenep terus menjelma menjadi sebuah Sekolah di Kabupaten Sumenep. Beberapa kali mengakami perubahan nama. Tahun 70an, sekolah ini menjadi Sekolah Teladan Karembangan kemudian tahun 90an berganti menjadi SDN pangarangan 3 dan 4. 

Pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Sumenep melakukan merger dua sekolah yang sehalaman. Termasuk SDN Pangarangan 3 dan 4 yang akhirnya menjadi satu sekolah yaitu SDN Pangarangan 3.

Tahun 2008 SDN Pangarangan 3 ditunjuk menjadi Sekolah Rintisan Bertaraf Internasiona; (RSDBI). Terlepas dari banyaknya tantangan yang ada, Sekolah ini terus berupaya untuk memberikan yang terbaik untuk masyarakat sekitar dan Kabupaten Sumenep hingga saat ini.

FOTO PENDIRI 

R. Moh. Saleh Werdisastro
R. Moh. Saleh Werdisastro 

FOTO KENANGAN ERA 70AN-80AN 

foto sdn pangarangan 3 karembangan

foto sdn pangarangan 3 karembangan

foto sdn pangarangan 3 karembangan

foto sdn pangarangan 3 karembangan