Hari Kedua Bimtek Layanan Sekolah Inklusi: Bu Wulan Dalami Konsep Dasar dan Keragaman ABK

Malang, 11 November 2025 — Memasuki hari kedua kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Layanan Sekolah Inklusi, yang berlangsung di Hotel Asmi, Jl. Kapten Tesna, Pajagalan, Kota Sumenep, para peserta semakin antusias mendalami materi penting terkait Konsep Dasar Pendidikan Inklusif dan Keragaman Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). SDN Pangarangan 3 Sumenep yang diwakili oleh Bu Wulan turut aktif mengikuti seluruh sesi pelatihan yang digelar oleh Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Provinsi Jawa Timur.

Hari Kedua Bimtek Layanan Sekolah Inklusi
Hari Kedua Bimtek Layanan Sekolah Inklusi

Materi hari kedua difokuskan pada dua pokok bahasan utama, yakni pemahaman filosofis dan yuridis pendidikan inklusif, serta pengenalan mendalam terhadap berbagai jenis dan karakteristik ABK yang perlu mendapat layanan sesuai kebutuhan masing-masing.

Menurut pemateri dari BBGTK Jawa Timur, pendidikan inklusif bukan sekadar sistem pembelajaran, melainkan sebuah komitmen moral dan sosial untuk memastikan bahwa setiap anak, tanpa kecuali, memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu. Prinsip dasarnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang menghargai perbedaan, meniadakan diskriminasi, dan memfasilitasi setiap peserta didik agar berkembang secara optimal sesuai potensi dan kebutuhannya.

Bu Wulan menuturkan, materi yang disampaikan pada hari kedua ini memberikan wawasan luas tentang pentingnya peran guru dalam mewujudkan sekolah ramah anak. “Kami belajar bagaimana memahami karakter anak berkebutuhan khusus dengan lebih empatik. Tidak hanya mengenali jenis kebutuhannya, tetapi juga bagaimana merancang pembelajaran yang sesuai dan mendukung tumbuh kembang mereka,” ujarnya dengan penuh semangat.

Salah satu topik menarik yang dibahas adalah keragaman anak berkebutuhan khusus (ABK). Dari materi yang disampaikan, peserta pelatihan diajak mengenali berbagai tipe ABK, di antaranya tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunalaras, tunadaksa, autis, tunawicara, serta anak cerdas dan berbakat istimewa (CIBI).

Setiap jenis kebutuhan memiliki karakteristik unik yang menuntut guru memahami strategi pengajaran yang tepat. Misalnya, anak tunanetra memerlukan media pembelajaran berbasis audio atau Braille, sementara anak tunarungu membutuhkan bantuan visual dan bahasa isyarat. Begitu pula anak tunagrahita membutuhkan instruksi sederhana dan pengulangan terarah agar memahami konsep secara bertahap.

Melalui sesi refleksi dan studi kasus, peserta Bimtek juga dilatih untuk menghadapi situasi nyata di kelas inklusif. Salah satu contoh kasus membahas bagaimana guru dapat bekerja sama dengan guru pendamping khusus (GPK) dalam menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi siswa autistik yang membutuhkan struktur rutinitas jelas dan dukungan visual.

Selain itu, peserta juga diajak berdiskusi tentang peran penting komunikasi antara guru, orang tua, dan komite sekolah dalam pemenuhan hak pendidikan bagi ABK. Kesepahaman dan kolaborasi menjadi kunci utama agar setiap anak mendapatkan layanan pendidikan yang adil dan layak.

Materi yang dibawakan dalam Bimtek ini mengacu pada berbagai landasan hukum dan internasional, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, serta Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan/atau Potensi Kecerdasan atau Bakat Istimewa.

Selain memperkuat wawasan teoretis, kegiatan ini juga menekankan pentingnya penerapan prinsip Sekolah Ramah Anak (SRA) dalam konteks pendidikan inklusif. Sekolah diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan bebas dari diskriminasi, baik dari segi fisik maupun nonfisik.

Bu Wulan mengungkapkan, pelatihan ini sangat bermanfaat untuk diterapkan di SDN Pangarangan 3 yang kini mulai mengembangkan layanan pendidikan inklusif. “Kami ingin agar setiap anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, merasa diterima dan mendapat kesempatan belajar yang sama. Sekolah harus menjadi rumah kedua yang ramah, penuh kasih, dan mendukung potensi semua anak,” tutur Bu Wulan.

Hari kedua Bimtek ini diakhiri dengan penugasan reflektif, di mana peserta diminta merancang rancangan awal layanan inklusi di sekolah masing-masing. Hasil kerja ini akan menjadi bahan diskusi pada sesi hari ketiga, yang difokuskan pada implementasi dan penilaian hasil belajar bagi peserta didik berkebutuhan khusus.

Partisipasi SDN Pangarangan 3 dalam kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa sekolah terus berupaya menumbuhkan budaya pendidikan yang setara dan berkeadilan. Dengan dukungan BBGTK Jawa Timur, para pendidik diharapkan mampu menjadi agen perubahan dalam menghadirkan pendidikan inklusif yang berorientasi pada kemanusiaan, empati, dan inovasi.

Berikut materi selengkapnya:




#SDNPangarangan3 #SekolahInklusi #BimtekInklusi #PendidikanInklusif #BBGTKJawaTimur #BuWulan #KeragamanABK #GuruBerkualitas #SekolahRamahAnak #PendidikanSetara


0 Comments