Awal Mula: Lahir dari Keberanian Seorang Pemuda Madura
Di awal 1930-an, Sumenep masih berada dalam cengkeraman kolonial. Pendidikan adalah kemewahan yang hanya bisa diakses oleh bangsawan dan keluarga kaya. Di tengah situasi itu, lahirlah seorang tokoh bernama Muhammad Saleh Werdisastro (lahir 15 Februari 1908), yang kemudian mengguncang tatanan pendidikan di Madura.
Saleh bukan sekadar guru. Ia adalah visioner yang menolak ketidakadilan sosial. Baginya, ilmu harus menjadi hak semua orang, bukan hanya segelintir elit. Dengan tekad baja, ia mendirikan sekolah partikelir bernama PHIS (Particuliere Hollandsch Inlandsche School) Sumekar Pangabru, yang resmi dibuka pada 31 Agustus 1931 di Karembangan, Sumenep.
![]() |
Foto lama waktu bernama SD Teladan Karembangan |
Inilah yang kelak menjadi cikal bakal SDN Pangarangan 3 Sumenep.
“Sekolah ini adalah rumah bagi semua anak, tanpa memandang kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan.” – Muhammad Saleh Werdisastro
PHIS Sumekar Pangabru: Sekolah Inklusif Pertama di Sumenep
Keberanian mendirikan PHIS adalah langkah revolusioner. Pada masa itu, HIS (Hollandsch Inlandsche School) hanya menerima anak-anak dari keluarga priyayi atau pegawai negeri. PHIS hadir untuk mematahkan diskriminasi itu.
Setiap pagi, halaman PHIS bukan sekadar tempat belajar membaca dan berhitung. Di sana anak-anak diajak menyanyikan lagu perjuangan, seperti “Indonesia Raya”, yang waktu itu dianggap berbahaya oleh penjajah.
Suatu hari, Residen Madura datang melakukan inspeksi. Murid-murid PHIS tidak bisa menyanyikan “Wilhelmus” (lagu kebangsaan Belanda), namun mereka fasih melantunkan lagu perjuangan Indonesia. Sebuah momen simbolis yang menunjukkan keberanian Saleh dalam menanamkan nasionalisme sejak dini.

Dari Ruang Kelas ke Medan Perang
Sejarah Saleh tidak berhenti di dunia pendidikan. Pada 1 September 1941, ia menyerahkan jabatan kepala sekolah dan hijrah ke Yogyakarta. Di sana, situasi semakin panas dengan masuknya Jepang.
Saleh masuk ke dalam barisan PETA (Pembela Tanah Air) dan dilantik sebagai komandan. Transformasinya sungguh dramatis: dari seorang pendidik sederhana, ia menjelma menjadi pemimpin militer yang ditakuti lawan dan disegani kawan.
Puncaknya terjadi di Yogyakarta, ketika rakyat mendesak Jepang untuk menyerahkan senjata. Saat negosiasi buntu, massa nyaris meledak. Saleh naik ke mimbar dan berkata:
“Ketahuilah Saudara-saudara, saya sedang berunding dengan Jepang, percayalah kepada saya. Jika saya mengkhianati Saudara-saudara, bunuh saya dengan keris ini.”
Ia menghunus kerisnya di hadapan ribuan orang. Adegan itu membuat massa tenang, meski akhirnya keris tersebut hilang dicuri beberapa hari kemudian.
Pertempuran Kota Baru: Pendidikan yang Menyalakan Perlawanan
Karena negosiasi tak berhasil, Saleh bersama rakyat memimpin serangan ke markas Jepang dalam peristiwa Pertempuran Kota Baru. Dari ruang kelas ke barisan perang, jalan hidupnya menegaskan bahwa pendidikan dan perjuangan tidak bisa dipisahkan.
Jepang akhirnya menyerah pada 14 Agustus 1945, disusul Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Saleh kemudian masuk ke kancah politik, menjadi bagian dari KNI (Komite Nasional Indonesia) di Yogyakarta.
Warisan: Dari PHIS ke SDN Pangarangan 3
Meski Saleh akhirnya lebih banyak berkiprah di Yogyakarta, jejaknya di Sumenep tak pernah hilang. PHIS Sumekar Pangabru berubah status seiring perjalanan bangsa hingga menjadi SDN Pangarangan 3 Sumenep yang kita kenal hari ini.
Warisan yang paling penting bukanlah bangunan tua atau nama sekolah, melainkan nilai-nilai yang ditanamkan:
-
Pendidikan sebagai hak semua anak
-
Semangat nasionalisme dan cinta tanah air
-
Karakter berani, jujur, dan bertanggung jawab
SDN Pangarangan 3 Kini: Melanjutkan Api Perjuangan
Saat ini, SDN Pangarangan 3 terus melanjutkan cita-cita pendirinya dengan berbagai program unggulan yang relevan dengan zaman:
-
19 Adab Murid: pembiasaan karakter mulia
-
Jurnal 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
-
Program Ucil (Ustaz Cilik) yang setiap Jumat memimpin bacaan Yasin dan Tahlil
-
M2M (Murid untuk Murid): gerakan solidaritas siswa
-
KaryaKoin: inovasi literasi finansial dan digital
-
Rokat Pakarangan: pelestarian budaya Madura
Semua program ini membuktikan bahwa SDN Pangarangan 3 tidak sekadar sekolah dasar, melainkan laboratorium kebangsaan kecil yang melahirkan generasi baru: cerdas, berkarakter, dan berjiwa rahmatan lil alamin.
Sejarah SDN Pangarangan 3 Sumenep bukan hanya kisah tentang sebuah sekolah. Ia adalah cerita tentang keberanian seorang guru muda, perjuangan melawan diskriminasi pendidikan, hingga heroisme di medan pertempuran.
Dari PHIS Sumekar Pangabru hingga kini, SDN Pangarangan 3 tetap berdiri sebagai simbol bahwa pendidikan adalah hak rakyat dan alat perjuangan bangsa.
“Sekolah ini bukan hanya tempat belajar, tapi tempat menyalakan api kebangsaan.”
#SejarahSDNPangarangan3 #PendidikanMadura #SDNPangarangan3Sumenep #PHISSumekarPangabru #MuhammadSalehWerdisastro #SekolahBerkarakter
0 Comments